Monday 3 October 2016

Kemuning Senja di Benteng Sangni


Akhirnya perjalanan panjang serta nyasarnya kami tiga jam membuahkan hasil. Setelah menyeberang jembatan kecil penghubung dua jalan yang dipisah oleh aliran kali kecil dan setelah mendaki jalan yang sedikit terjal, sebuah benteng kokoh tegak di depan mata. Jarak antara kami dan benteng hanya terhalang hamparan sawah dan tanah lapang. Benteng Sangni itulah yang kami tuju.

Terletak di dekat perkampungan Takkal, distrik Rawalpindi. Benteng bersejarah ini merupakan salah satu benteng strategis di wilayah Patahor. Kurang lebih delapan puluh kilo meter dari Islamabad. Dua puluh lima kilo meter dari Grand Trunk Road. 

Katika mengunjungi Benteng Sangni, kami melalui jalur Gujar Khan kemudian menyusuri jalan  ke arah utara menuju Mera Syams. dari Islamabad Jalur ini terbilang lebih jauh dibanding lewat Kallar syadan dari kota Rawat. Kami  terpaksa melawati jalur Gujar Khan karena terlanjur bablas akibat salah melihat peta. Karena Letak benteng yang  jauh dari kota, maka tentu tidak banyak orang yang tau tempat ini. Bahkan orang Pakistan sendiri.

Tuesday 20 September 2016

Benteng Rawat dan Air Mata Kepiluan

Tak jauh dari perbatasan Islamabad Rawalpindi, di kota Rawat, terdapat sebuah benteng peniggalan era kekaisaran Mughal. Rawat Fort atau benteng Rawat. Penduduk setempat lebih akrab dengan sebutan Qilah Rawat. Nama Rawat diadopsi dari bahasa Arab, ‘ribat’ dalam bahasa Urdu berarti ‘sarai’ yang  bermakna 'patroli' atau 'berjaga-jaga'.

Benteng Rawat dibangun di atas sebuah bukit di sisi jalan Grand Trunk Road (GT Road) sekitar delapan belas kilometer dari pusat kota Islamabad. Akibat kepadatan penduduk dan banyaknya bangunan di sekitar benteng sehingga menyulitkan bagi pengunjung untuk mengetahui letak benteng. Ditambah lagi tidak ada rambu petunjuk atau tanda jalan ke arah benteng. Meski sebenarnya posisi benteng tidak jauh dari jalur utama GT road.

Segenggam Ibrah dari Perjalanan ke Benteng Rawat, Stupa Mangkiala dan Benteng Sangni

Ide jalan-jalan muncul ketika acara pemotongan hewan Qurban PPMI Pakistan. Saya dan tiga orang teman berencana mengunjungi benteng peninggalan bersejarah di distrik Rawalpidi. Kurang  lebih delapan belas kilometer dari pusat kota Islamabad.  

Kami berangkat menggunkan dua sepeda motor. Setelah melalui perjalanan kurang lebih lima puluh menit kami tiba kota Rawat, perbatasan antara Islamabad dan Rawalpindi. Kota pertama setelah keluar dari Islamabad. Di kota Rawat inilah terdapat sebuah benteng yang dibangun pada awal abad ke enam belas. 

Namanya benteng Rawat. Nama  Rawat diambil dari bahasa Arab "Ribaat". Dalam bahasa Urdu  "Seria" yang berarti Patroli atau berjaga-jaga. Benteng tersebut merupakan  basis pertahanan suku Gukhars yang dipimpin oleh Sultan Sarang Khan. Sultan Sarang Khan merupakan salah seorang pemimpinan yang loyal kepada kekaisaran Mughal yang pada saat itu berpusat di Delhi. 

Monday 12 September 2016

Masjid Markazi Jamiah, Si Kubah Biru Penantang Kebisingan Pasar

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih tiga puluh menit dari kampus International Islamic University Islamabad (IIUI) dengan motor 70 CC, saya dan seorang teman berhasil menembus kemacetan sepanjang jalan, semburan asap hitam dari kenalpot qinqi dan bajai serta kebisingan suara mesin kendaran yang saling  menyalip berusaha berebut setiap jalur kosong.

Kami   menepi di depan sebuah toko. dekat  dua orang polisi lalu lintas berpenampilan sedikit kucel – mungkin akibat terik dan hempasan debu jalan- dengan handtalk ditangan. Seorang dari mereka berusaha menertibkan pengguna jalan yang sok ‘pemilik jalanan’. Ngotot  jalan lebih dulu, memotong jalur, menerobos dari jalur berlawanan hingga menimbulkan kemacatan di perempatan  Raja Bazar Rawalpindi.

Wednesday 7 September 2016

Menelusuri Jejak Sejarah Masjid Tua di Tepi Waduk.

Iring-iringan bus yang mengangkut rombongan peserta trip mahasiswa semester enam IIUI berhenti di tepi waduk. Khanpur Dam begitu masyarakat menyebutnya. Sekitar  40 km dari ibu kota Islamabad.
Awalnya saya tidak begitu tertarik dengan pemandangan waduk. Kalau sekedar waduk, di Indonesia jauh lebih banyak. Saya dan seorang teman dari Filipina memilih mencari tempat duduk sembari menyeruput chai. Beberapa saat kemudian salah seorang teman asal Pakistan datang. Ia  mengajak menyeberang waduk. “di seberang sana ada masjid tua” begitu ujarnya.

Tuesday 30 August 2016

Menanti Senja di Perkampungan Senja Saidpur

Dari jauh Saidpur village mungkin tampak tak ada bedanya dengan perkampungan lainnya di sekitar kota Islamabad. Setelah dekat, barulah terlihat perbaedaan. Untuk mencapai desa, Hanya butuh sekitar 15 menit perjalanan melewati Marghala Road dari masjid Faishal. Kami  berhenti di area parkiran tepi kali. Saat itu pukul tiga sore, hembusan angin dari bukit menembus celah jaket, menusuk tulang. Musim dingin terasa semakin menyayat. Semburat cahaya mereh menerpa kursi-kursi restoran yang telah ditata rapi. Perkampungan merona indah tersorot senja dari ufuk barat, menghamparkan kemilau merah pada dinding rumah kotak yang besusun rapi di kaki bukit. Dua jam lagi pemancar cahaya itu akan berlabuh diperaduannya. 
Perkampungan Saidpur memiliki warna dan corak tersendiri. Ia menghimpun perjalan panjang generasi anak manusia dari zaman ke zaman. Silih berganti pemimpin menguasai wilayah tersebut. Hingga pada akhirnya jatuh ketangan penguasa Mughal. Lalu berubah nama menjadi Saidpur.

Saturday 11 June 2016

Pernak Pernik Puasa di Negeri Baijan

Selalu ada yang special di bulan Ramadhan. Ini untuk ketiga kalinya saya berpuasa di  negeri para bhaijan. Meskipun puasa di Pakistan, tapi saya memulai bulan Ramadhah sehari lebih cepat dibanding penduduk negeri. sama seperti Indonesia Iya, dua kali puasa selalu begitu. kelewat semangat kali ya? Pakistan selalu terlambat satu hari dibanding Indonesia atau Saudi dan negera mayoritas Islam lainnya.  Alasannya, yah banyak. Nanti kita bahas di tema yang lain. Pokoknya karena saya bla bla.....