Akhirnya perjalanan panjang serta nyasarnya kami tiga jam membuahkan hasil.
Setelah menyeberang jembatan kecil penghubung dua jalan yang dipisah oleh
aliran kali kecil dan setelah mendaki jalan yang sedikit terjal, sebuah benteng kokoh
tegak di depan mata. Jarak antara kami dan benteng hanya terhalang hamparan sawah dan tanah
lapang. Benteng Sangni itulah yang kami tuju.
Terletak di dekat perkampungan Takkal, distrik Rawalpindi. Benteng
bersejarah ini merupakan salah satu benteng strategis di wilayah Patahor.
Kurang lebih delapan puluh kilo meter dari Islamabad. Dua puluh lima kilo meter
dari Grand Trunk Road.
Katika mengunjungi Benteng Sangni, kami melalui jalur Gujar Khan kemudian
menyusuri jalan ke arah utara
menuju Mera Syams. dari Islamabad Jalur ini terbilang lebih jauh dibanding lewat Kallar syadan dari kota Rawat. Kami terpaksa melawati jalur Gujar Khan karena terlanjur bablas akibat salah melihat peta. Karena Letak benteng yang jauh dari kota,
maka tentu tidak banyak orang yang tau tempat ini. Bahkan orang Pakistan
sendiri.
Benteng Sangni tengak sendiri, tak terlihat ada bangunan lain di
sekitarnya. Ada perkampungan penduduk seperti
Charkali, Bewal atau Takal namun lumayan jauh.
Hanya tanaman jagung yang
tidak lama lagi siap panen terlihat di beberapa petak sawah. kami measuki pintu
gerbang betang tanpa harus banyar, tak ada konter karcis. Di depan gerbang
masukhanya ada seorang bapak tua yang menggelar lapak menjajakan makanan dan minuman ringan.
Dari struktur bangunan,
benteng tampak masih kokoh. Hanya sedikit bagian yang retak. Sangat berbeda
dengan beberapa benteng lainnya di wilayah Punjub yang telah banyak mengalami
kerusakan. Benteng Sangni hingga saat ini masih menampilkan keperkasaannya.
Meski diusianya yang telah lanjut, hampir mencapai dua ratus tahun.
Tidak ada yang tahu pasti siapa
yang membangun benteng ini. Tapi sejarawan
mengatakan benteng ini dibangun di Era kekasiaran Mughal, dikenal nama ‘Sangi’ kemudian berubah nama
menjadi benteng ‘Sangni’ ketika jatuh ke tangan penguasa Sikh di bawah
kepemimpinan Ranjit Singh.
Nama itu kemudian melekat hingga saat ini. Di zaman Ranjit Singh benteng tak
hanya berfungsi sebagai pertahanan militer namun juga dijadikan sebagai penjara
tahanan politik, musuh pemerintah serta pelaku kriminal.
Di usianya yang panjang itu, benteng Sangni
telah menyakisikan beberapa kali peralihan pemerintahan dari masa ke masa. Mulai dari suku Gukhar, pemerintahan
penguasa Sikh, Kekuasaan Hindu Dogra
yang berpusat di Jammu Kashmir, Mughal Islam, dan Inggris.
Tahun 1831 Ranjit Singh penguasa Sikh menyerakhkan wilayah Muri termasuk Gujar
Khan kepada penguasa Dogra yang dipimpin oleh Gulab Singh. Gulab Singh kemudian
membebankan pajak yang tinggi kepada para para penduduk yang kebanyakan
berprofesi sebagai petani. Tekanan pajak tinggi ini tentu tidak diterima oleh
penduduk setempat sehingga sering timbul pemberontakan dari suku-suku yang
tinggal di wilayah jajahan tersebut. Keberadaan benteng Sangni menjadi tempat menyimpan hasil pajak dan tempat
berlindung bagi pejabat Dogra dan tentara dari serangan penduduk setempat.
Benteng Sangni dibangun di tepi jurang yang merupakan persimpangan dua
sungai dekat desa Suin Chemian di daerah yang masih sangat sepi dengan akses
jalan yang sulit. Beteng juga dikeliling oleh tiga bukit dari
tiga arah.
Benteng Sangni memiliki luas 32 meter. Terdapat sebuh pintu utama di sebelah
timur. Sebuah jalan kecil di tepi jurang. Hanya itu satu-satunya akses jalan menuju gerbang utama benteng. Sulitanya akses ke piintu masuk
benteng tentu menjadi nilai plus benteng tersebut. Dan tentu menjadi kendala
tersendiri bagi pasukan yang mencoba menyerbu benteng. Sangat mudah bagi para
prajurit di dalam benteng menghujamkan tembakan anak panah dari tembok-tembok
benteng.
Untuk memenuhi kebutuhan air orang-orang di dalam benteng, lantai bagian
barat benteng dibuatkan lubang. Dari lubang itulah orang-orang mengulurkan
timba untuk menimba air langsung dari sungai tanpa harus keluar benteng. ketika hendak solat Ashar, kami menggunakan timba tersebut untuk mengambil air wudhu.
Di dalam benteng terdapat beberapa kamar, di tengah benteng sebuah kuburan berkubah
besar berdampingan dengan masjid. Bangunan kuburan bahkan lebih besar dari
masjid. Kami memasuki masjid benteng untuk menunaikan solat Ashar. tumpuhan nasi berceceran di lantai masjid, sisa makanan
pengunjung yang makan di dalam masjid namun tidak dibersihkan. Adapun kuburan
di samping masjid berkubah putih diyakini sebagai kuburan Sahibzada Abdul Hakim
seorang ulama sufi yang datang dari Persia.
Sahibzada Abdul Hakim datang ketika wilayah ke Sangni ketika wilayah itu
berada di bawah pemerintahan Dogra Hindu di Jammu Kashmir. Shibzada kemudian
diusir ke Desa Charkali dan tidak diperkenankan untuk berdakwah di wilayah
sekitar benteng. Di Charkali, pada tahun 1850an Sahibzada Abdul Hakim sukses mengembangkan dakwahnya. Ia memiliki
banyak murid.
Ketika wafat, jasad Sahibzada
dimakamkan di Charkali. Konon, puluhan tahun kemudian beberapa orang
bermimpi mendapat arahan untuk memindahkan jasadnya ke dalam benteng. Mimipi itu
kemudian direalisasikan
dengamn memindahkan kuburan sang guru ke dalam benteng. Namun yang sangat disayangkan kuburan tersebut saat ini justru menjadi tempat melakukan ritual kemusyrikan. Orang-orang meminta berkah,
memohon doa dan membawa hewan persembahan untuk kuburan tersebut.
Di pojok benteng duduk seseorang yang entah siapa nama dan apa gelarannya. Banyak tamu berkumpung melingakar di dekat dia. Kata seorang penjungung yang saya
temui, tamu-tamu tersebut sedang meminta berkah dan doa dari orang tersebut. Kami hanya melihat dari jauh.
Tak banyak kenangan gambar yang kami abadikan dalam perjalanan ini sebab hanya
mengandalkan kamera hape. Ketika sampai di benteng hape kami sudah lowbet. Hari
semakin sore. Banyak
pengunjung mulai berkemas pulang. Kemilau sore memantulkan cahayanya pada tebing
batu serta tembok benteng. kami harus meniggalakan benteng itu
sebelum matahari benar-benar redup. Dipandu oleh seorang anak muda yang kami temui di benten,
kami kembali ke Islamabad melalui
kampung Takkal.
No comments:
Post a Comment