Monday 3 October 2016

Kemuning Senja di Benteng Sangni


Akhirnya perjalanan panjang serta nyasarnya kami tiga jam membuahkan hasil. Setelah menyeberang jembatan kecil penghubung dua jalan yang dipisah oleh aliran kali kecil dan setelah mendaki jalan yang sedikit terjal, sebuah benteng kokoh tegak di depan mata. Jarak antara kami dan benteng hanya terhalang hamparan sawah dan tanah lapang. Benteng Sangni itulah yang kami tuju.

Terletak di dekat perkampungan Takkal, distrik Rawalpindi. Benteng bersejarah ini merupakan salah satu benteng strategis di wilayah Patahor. Kurang lebih delapan puluh kilo meter dari Islamabad. Dua puluh lima kilo meter dari Grand Trunk Road. 

Katika mengunjungi Benteng Sangni, kami melalui jalur Gujar Khan kemudian menyusuri jalan  ke arah utara menuju Mera Syams. dari Islamabad Jalur ini terbilang lebih jauh dibanding lewat Kallar syadan dari kota Rawat. Kami  terpaksa melawati jalur Gujar Khan karena terlanjur bablas akibat salah melihat peta. Karena Letak benteng yang  jauh dari kota, maka tentu tidak banyak orang yang tau tempat ini. Bahkan orang Pakistan sendiri.


Benteng Sangni tengak sendiri, tak terlihat ada bangunan lain di sekitarnya. Ada perkampungan  penduduk seperti Charkali, Bewal atau Takal namun lumayan jauh.

Hanya tanaman jagung yang tidak lama lagi siap panen terlihat di beberapa petak sawah. kami measuki pintu gerbang betang tanpa harus banyar, tak ada konter karcis. Di depan gerbang masukhanya ada seorang bapak tua yang menggelar lapak menjajakan makanan dan minuman ringan.  

Dari struktur bangunan, benteng tampak masih kokoh. Hanya sedikit bagian yang retak. Sangat berbeda dengan beberapa benteng lainnya di wilayah Punjub yang telah banyak mengalami kerusakan. Benteng Sangni hingga saat ini masih menampilkan keperkasaannya. Meski diusianya yang telah lanjut, hampir mencapai dua ratus tahun.

Tidak ada yang tahu pasti siapa yang membangun benteng ini. Tapi sejarawan mengatakan benteng ini dibangun di Era kekasiaran Mughal,  dikenal nama ‘Sangi’ kemudian berubah nama menjadi benteng ‘Sangni’ ketika jatuh ke tangan penguasa Sikh di bawah kepemimpinan Ranjit Singh. Nama itu kemudian melekat hingga saat ini. Di zaman Ranjit Singh benteng tak hanya berfungsi sebagai pertahanan militer namun juga dijadikan sebagai penjara tahanan politik, musuh pemerintah serta pelaku kriminal.

Di usianya yang panjang itu, benteng Sangni  telah menyakisikan beberapa kali peralihan pemerintahan dari masa ke masa. Mulai dari suku Gukhar, pemerintahan penguasa Sikh, Kekuasaan Hindu Dogra  yang berpusat di Jammu Kashmir, Mughal Islam, dan Inggris.

Tahun 1831 Ranjit Singh penguasa Sikh menyerakhkan wilayah Muri termasuk Gujar Khan kepada penguasa Dogra yang dipimpin oleh Gulab Singh. Gulab Singh kemudian membebankan pajak yang tinggi kepada para para penduduk yang kebanyakan berprofesi sebagai petani. Tekanan pajak tinggi ini tentu tidak diterima oleh penduduk setempat sehingga sering timbul  pemberontakan dari suku-suku yang tinggal di wilayah jajahan tersebut. Keberadaan benteng Sangni menjadi tempat menyimpan hasil pajak dan tempat berlindung bagi pejabat Dogra dan tentara dari serangan penduduk setempat.

Benteng Sangni dibangun di tepi jurang yang merupakan persimpangan dua sungai dekat desa Suin Chemian di daerah yang masih sangat sepi dengan akses jalan yang  sulit.  Beteng juga dikeliling oleh tiga bukit dari tiga arah.

Benteng Sangni memiliki luas 32 meter. Terdapat sebuh pintu utama di sebelah timur. Sebuah jalan kecil di tepi jurang. Hanya itu satu-satunya akses  jalan menuju gerbang utama  benteng. Sulitanya akses ke piintu masuk benteng tentu menjadi nilai plus benteng tersebut. Dan tentu menjadi kendala tersendiri bagi pasukan yang mencoba menyerbu benteng. Sangat mudah bagi para prajurit di dalam benteng menghujamkan tembakan anak panah dari tembok-tembok benteng.

Untuk memenuhi kebutuhan air orang-orang di dalam benteng, lantai bagian barat benteng dibuatkan lubang. Dari lubang itulah orang-orang mengulurkan timba untuk menimba air langsung dari sungai tanpa harus keluar benteng. ketika hendak solat Ashar, kami menggunakan timba tersebut untuk mengambil air wudhu.

Di dalam benteng terdapat beberapa kamar, di tengah benteng sebuah kuburan berkubah besar berdampingan dengan masjid. Bangunan kuburan bahkan lebih besar dari masjid. Kami memasuki masjid benteng untuk menunaikan solat Ashar. tumpuhan nasi berceceran di lantai masjid, sisa makanan pengunjung yang makan di dalam masjid namun tidak dibersihkan. Adapun kuburan di samping masjid berkubah putih diyakini sebagai kuburan Sahibzada Abdul Hakim seorang ulama sufi yang datang dari Persia.

Sahibzada Abdul Hakim datang ketika wilayah ke Sangni ketika wilayah itu berada di bawah pemerintahan Dogra Hindu di Jammu Kashmir. Shibzada kemudian diusir ke Desa Charkali dan tidak diperkenankan untuk berdakwah di wilayah sekitar benteng. Di Charkali, pada tahun 1850an Sahibzada Abdul Hakim sukses mengembangkan dakwahnya. Ia memiliki banyak murid.

Ketika wafat, jasad Sahibzada  dimakamkan di Charkali. Konon, puluhan tahun kemudian beberapa orang bermimpi mendapat arahan untuk memindahkan jasadnya ke dalam benteng. Mimipi itu kemudian direalisasikan dengamn memindahkan kuburan sang guru ke dalam benteng. Namun yang sangat disayangkan kuburan tersebut saat ini justru menjadi tempat melakukan ritual kemusyrikan. Orang-orang meminta berkah, memohon doa dan membawa hewan persembahan untuk kuburan tersebut.


Di pojok benteng duduk seseorang yang entah siapa nama dan apa gelarannya. Banyak tamu berkumpung melingakar di dekat dia. Kata seorang penjungung yang saya temui, tamu-tamu tersebut sedang meminta berkah dan doa dari orang tersebut. Kami hanya melihat dari jauh.

Tak banyak kenangan gambar yang kami abadikan dalam perjalanan ini sebab hanya mengandalkan kamera hape. Ketika sampai di benteng hape kami sudah lowbet. Hari semakin sore. Banyak pengunjung mulai berkemas pulang. Kemilau sore memantulkan cahayanya pada tebing batu serta tembok benteng. kami harus meniggalakan benteng itu sebelum matahari benar-benar redup. Dipandu oleh seorang anak muda yang kami temui di benten, kami kembali ke Islamabad  melalui kampung Takkal.

No comments:

Post a Comment