Tak jauh dari perbatasan Islamabad Rawalpindi, di kota Rawat, terdapat sebuah benteng peniggalan era kekaisaran Mughal.
Rawat Fort atau benteng Rawat. Penduduk setempat lebih akrab dengan sebutan
Qilah Rawat. Nama Rawat diadopsi dari bahasa Arab, ‘ribat’ dalam bahasa Urdu
berarti ‘sarai’ yang bermakna 'patroli' atau 'berjaga-jaga'.
Benteng Rawat dibangun di atas sebuah bukit di sisi jalan Grand Trunk Road (GT
Road) sekitar delapan belas kilometer dari pusat kota Islamabad. Akibat
kepadatan penduduk dan banyaknya bangunan di sekitar benteng sehingga menyulitkan
bagi pengunjung untuk mengetahui letak benteng. Ditambah lagi tidak ada rambu
petunjuk atau tanda jalan ke arah benteng. Meski sebenarnya
posisi benteng tidak jauh dari jalur utama GT road.
Pembangunan benteng Rawat dimulai pada awal abad ke enam belas oleh suku
Ghakkar dibawah kepemimpinanan Sultan Sarang Khan yang loyal kepada kepada kekaisaran
Mughal yang berpusat di Delhi. Sultan Sarang Khan merupakan pemimpin suku
Gakhar di wilayah Pathohar yang memiliki kekuasaan luas terbentang dari Attock
hingga Jehlum, serta terkenal dengan kekuatan pasukan kavaleri dan keberanian
pasukannya.
Beberapa buku sejarah juga menuliskan bahwa benteng Rawat dibangun oleh Sultan Delhi. Pendapat lain mengatakan benteng tersebut dibangun oleh Sultan
Mas’ud Gaznawi pada tahun 1036 M, putra
Sultan Mahmud Gaznawi pendiri kesultanan Gaznawi yang memiliki kekuasaan luas
dari Afganistan, Tajikistan hingga India. Bahkan ada yang menyebutkan di
benteng inilah Sultan Mas’ud diculik oleh pemberontak lalu dibawah ke dekat
wilayah Taxila dan dibunuh di sana. Benteng ini menjadi penting sebab Rawat
merupakan jalur perdagangan di wilayah Asia Tengah kala itu.
Benteng dibangun di sebuah bukit. Berbentuk persegi empat dengan dua pintu, di timur dan utara. Pintu timur merupakan pintu utama benteng. Benteng Rawat terbilang kecil jika dibandingakn dengan benteng-benteng lainnya di Pakistan. Area dari tembok timur ke barat hanya sekitar 94 meter dan selatan ke utara hanya berukuran 110 meter. Sementara di sisi benteng terapat beberapa ruangan kecil yang dulunya difungsikan oleh pasukan baik sebagai ruang administrasi, istirahat ataupun untuk menyimpan logistik. Ruangan-ruangan ini dulu berjumlah kurang lebih 76 ruang. Namun seiring berjalannya waktu dan kurangnya perhatian, ruang-ruang kecil akhirnya banyak yang roboh, rusak, ditumbuhi rumput ataupun menjadi tempat sampah.
Seperti halnya ruangan-rungan kecil, tembok benteng Rawat juga telah
mengalami kerusakan parah. Banyak yang telah roboh. Bahkan, beberapa tembok
rumah penduduk menepel langsung dengan dinding benteng. Sebenarnnya
sudah ada anjuran pemerintah kepada masyarakat dan pengunjung untuk menjaga serta melestarikan peninggalan bersejarah ini. Namun sepertinya anjuran itu belum berjalan maksimal. Buktinya, sampah masih berserakan di mana-mana di sekitar
tembok benteng. Bahkan ketika kami mengunjungi benteng, beberapa ekor kambing
sedang merumput di dalam benteng.
Di sebelah barat benteng berdiri sebuah masjid berkubah tiga yang digunakan sejak awal pembangunan
benteng. Masjid tersebut di kenal dengan Shahi Jami’ Masjid Qilah atau Masjid
Jami Benteng Kerajaan. Masjid Qila ini telah mengalamani renovasi namun tidak
merubah bentuk aslinya. Sampai saat ini masjid benteng masih digunakan oleh
masyarakat sekitar untuk solat berjamaah lima waktu. Ketika kami mengunjungi
benteng Rawat, kami menunaikan solat Dhuhur berjamaah di mesjid benteng ini yang
dihadiri oleh kurang lebih lima puluh orang jamaah.
Di dekat masjid terdapat sebuah bangunan tinggi besar berkubah yang disebut
dengan baradari. Saya tidak tahu apa fungsi baradari tersebut. Tapi kehadiran
baradari itu menjadi penghias benteng, meski bagian dalam kubah baradari sudah
menjadi sarang burung.
Baradari |
Pertempuran hebat yang melibatkan dua kekutan besar ini
berakhir
dengan kekahalahan di pihak Sulatan Sarang Khan. Shah Suri dan pasukannya
berhasil mengobrak-abrik pertahanan pasukan Sultan Sarang. Mereka bahkan berhasil membobol masuk ke area benteng. Sultan Sarang
Khan dan enam belas putranya serta beberapa jendralnya gugur dalam pertempuran ini.
Mereka kemudian di kubur di dalam benteng Rawat. Hingga saat ini kuburan Sultan
Sarang dan putranya masih bisa ditemukan dalam benteng.
Begitulah Allah pergulirkan kekuasaan. pada akhirnya tak ada benteng yang tak bisa ditembus, tak ada pasukan yang tak terkalahkan dan tak ada kekusaan di dunia yang kekal.
Begitulah Allah pergulirkan kekuasaan. pada akhirnya tak ada benteng yang tak bisa ditembus, tak ada pasukan yang tak terkalahkan dan tak ada kekusaan di dunia yang kekal.
Makam Sultan Sarang Khan |
No comments:
Post a Comment