Islam adalah agama yang rasional dan universal. Ia bisa
diterima dan sesuai dengan akal sehat. Agama Islam adalah rahmat bagi seluruh
alam. Sebab, kendati diturunkan di Jazirah Arabia, agama Islam bukan hanya
untuk orang Arab, tetapi juga bisa diterima oleh orang yang bukan Arab (Ajam).
Bahkan, ilmu-ilmu dan ajaran yang terkandung dalam Alquran,
sesuai dengan pandangan hidup umat manusia. Karena itu, tak heran, bila agama
yang dibawa oleh Muhammad SAW ini, dengan mudah diterima oleh orang-orang yang
senantiasa menggunakan akal pikirannya. Itulah yang dialami Dr Murad Wilfried
Hofmann, mantan Diplomat Jerman. Ia menerima agama Islam, disaat kariernya
berada di puncak.
Dr Hofmann, menerima Islam pada 25 September 1980. Ia
mengucapkan syahadat di Islamic Center Colonia yang dipimpin oleh Imam Muhammad
Ahmad Rasoul. Ia dilahirkan dalam keluarga Katholik Jerman pada 3 Juli 1931.
Dia adalah lulusan dari Union College di New York dan kemudian melengkapi
namanya dengan gelar Doktor di bidang ilmu hukum dari Universitas Munich,
Jerman tahun 1957.
Selain itu, Hofmann dulunya adalah seorang asisten peneliti
pada Reform of Federal Civil Procedure. Dan pada tahun 1960, ia menerima gelar
LLM dari Harvard Law School. Kemudian, pada tahun 1983-1987, ia ditunjuk
menjadi direktur informasi NATO di Brussels. Selanjutnya, ia ditugaskan sebagai
diplomat (duta besar) Jerman untuk Aljazair tahun 1987 dan dubes di Maroko
tahun 1990-1994. Tahun 1982 ia berumrah, dan 10 tahun (1992) kemudian
melaksanakan haji.
Namun, justru sebelum di Aljazair dan Maroko inilah, Hofmann
memeluk Islam. Dan ia baru mempublikasikan keislamannya setelah dirinya menulis
sebuah buku yang berjudul Der Islam als Alternative (Islam sebagai Alternatif)
tahun 1992. Setelah terbit bukunya ini, maka gemparlah Jerman.
Dalam buku tersebut, ia tidak saja menjelaskan bahwa Islam
adalah alternatif yang paling baik bagi peradaban Barat yang sudah kropos dan
kehilangan justifikasinya, namun secara eksplisit Hofmann mengatakan, bahwa
agama Islam adalah agama alternatif bagi masyarakat Barat. Islam tidak
menawarkan dirinya sebagai alternatif yang lain bagi masyarakat Barat pasca
industri. Karena memang hanya Islam-lah satu-satunya alternatif itu, tulisnya.
Karena itu, tidak mengherankan saat buku itu belum terbit
saja telah menggegerkan masyarakat Jerman. Mulanya adalah wawancara televisi
saluran I dengan Murad Hofmann. Dan dalam wawancara tersebut, Hofmann bercerita
tentang bukunya yang ketika itu sebentar lagi akan terbit itu.Saat wawancara
tersebut disiarkan, seketika gemparlah seluruh media massa dan masyarakat
Jerman. Dan serentak mereka mencerca dan menggugat Hofmann, hingga mereka
membaca buku tersebut. Hal ini tidak hanya dilakukan oleh media massa murahan
yang kecil, namun juga oleh media massa yang besar semacam Der Spigel.
Malah pada kesempatan yang lain, televisi Jerman
men-shooting Murad Hofmann saat ia sedang melaksanakan shalat di atas
Sajadahnya, di kantor Duta Besar Jerman di Maroko, sambil dikomentari oleh sang
reporter: Apakah logis jika Jerman berubah menjadi Negara Islam yang tunduk
terhadap hukum Tuhan?
Hofmann tersenyum mendengar komentar sang reporter.Jika aku
telah berhasil mengemukakan sesuatu, maka sesuatu itu adalah suatu realitas
yang pedih. Artinya, Hofmann paham bahwa keislamannya akan membuat warga Jerman
marah. Namun ia sadar, segala sesuatu harus ia hadapi apapun resikonya. Dan
baginya Islam adalah agama yang rasional dan maju.
Sebagai seorang diplomat, pemikiran Hofmann terkenal sangat
brilian. Karena itu pula, ia menambah nama depannya dengan Murad, yang berarti
yang dicari. Leopold Weist, seorang Muslim Austria yang kemudian berganti nama
menjadi Muhamad Asad, mengatakan, dalam pengertian luas, Murad adalah tujuan,
yakni tujuan tertinggi Wilfried Hofmann.
Keislaman Hofmann dilandasi oleh rasa keprihatinannya pada
dunia barat yang mulai kehilangan moral. Agama yang dulu dianutnya dirasakannya
tak mampu mengobati rasa kekecewaan dan keprihatinannya akan kondisi tersebut.
Apalagi, ketika ia bertugas menjadi Atase di Kedutaan besar
Jerman di Aljazair, ia menyaksikan sikap umat Islam Aljazair yang begitu sabar,
kuat dan tabah menghadapi berbagai macam ujian dan cobaan dari umat lain. Atas
dasar itu dan sikap orang Eropa yang mulai kehilangan jati diri dan moralnya,
Hofmann memutuskan untuk memeluk Islam.
Ia merasa terbebani dengan pemikiran manusia yang harus
menerima dosa asal (turunan/warisan) dan adanya Tuhan selain Allah. Mengapa
Tuhan harus memiliki anak dan kemudian disiksa dan dibunuh di kayu salib untuk
menyelamatkan diri sendiri. Ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak punya kuasa,
tegasnya.
Bahkan, sewaktu masa dalam masa pencarian Tuhan, Hofmann
pernah memikirkan tentang keberadaan Allah. ia lalu melakukan analisa terhadap
karya-karya filsuf seperti Wittgenstein, Pascal, Swinburn, dan Kant, hingga
akhirnya ia dengan yakin menemukan bahwa Tuhan itu ada.
Ia kemudian bertanya; Bagaimana Allah berkomunikasi dengan
manusia dan membimbingnya? Disini ia menemukan adanya wahyu yang difirmankan
Tuhan. Dan ketika membandingkan agama Yahudi, Kristen, dan Islam, yang umatnya
diberi wahyu, Hofmann menemukannya dalam Islam, yang secara tegas menolak
adanya dosa warisan.
Ketika manusia berdoa, mereka harusnya tidak berdoa atau
meminta kepada tuhan lain selain Allah, sang Pencipta. Seorang Muslim hidup di
dunia tanpa pendeta dan tanpa hierarki keagamaan; ketika berdoa, ia tidak
berdoa melalui Yesus, Maria, atau orang-orang suci, tetapi langsung kepada
Allah, tegasnya.
Hofmann melihat bahwa agama Islam adalah agama yang murni
dan bersih dari kesyirikan atau adanya persekutuan Allah dengan makhluknya.
Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan,ujarnya. Dalam bukunya Der Islam Als
Alternative, Annie Marie Schimmel memberikan kata pengantar dengan mengutip
kata-kata Goethe.Jika Islam berarti ketundukan dengan penuh ketulusan, maka
atas dasar Islam-lah selayaknya kita hidup dan mati.
Dalam bukunya Trend Islam 2000, Hofmann menyebutkan, potensi
masa depan peradaban Islam. Ia menjelaskan, ada tiga sikap muslim terhadap masa
depan mereka. Yakni, kelompok pesimis (yang melihat perjalanan sejarah selalu
menurun), kelompok stagnan (yang melihat sejarah Islam seperti gelombang yang
naik turun), dan ketiga kelompok optimis (umat yang melihat masa depannya terus
maju). Karena itu, ia mengajak umat Islam untuk senantiasa bersikap optimis dan
menatap hari esok yang lebih baik.
Hofmann juga banyak terlibat aktif dalam organisasi
keislaman, seperti OKI. Ia senantiasa menyampaikan pemikiranpemikiran
briliannya untuk kemajuan Islam. Pada pertengahan September 2009 lalu, ia
dinobatkan sebagai Muslim Personality of The Year (Muslim Berkepribadian Tahun
Ini), yang diselenggarakan oleh Dubai International Holy Quran Award (DIHQA).
Penghargaan serupa pernah diberikan pada Syekh Dr Yusuf al-Qaradhawi.
Islam Agama Rasional
Ada beberapa alasan yang membuat Murad Wilfried Hofmann
akhirnya keluar dari Katholik dan memilih Islam. Dan alasan-lasan itu sangat
membekas dalam pikirannya.
Tahun 1961, ketika ia bertugas sebagai Atase Kedutaan Besar
Jerman di Aljazair, ia mendapati dirinya berada di tengah-tengah perang gerilya
berdarah antara tentara Prancis dan Front Nasional Aljazair yang telah berjuang
untuk kemerdekaan Aljazair, selama delapan tahun. Disana ia menyaksikan
kekejaman dan pembantaian yang dialami penduduk Aljazair. Setiap hari, banyak
penduduk Aljazair tewas.
Saya menyaksikan kesabaran dan ketahanan orang-orang
Aljazair dalam menghadapi penderitaan ekstrem, mereka sangat disiplin dan
menjalankan puasa selama bulan Ramadhan, rasa percaya diri mereka sangat tinggi
dengan kemenangan yang akan diraih. Saya sangat salut dan bangga dengan sikap
mereka, ujarnya. Alasan lain yang membuatnya memilih Islam, Hofmann adalah
seorang penyuka seni dan keindahan.
Islam punya beragam kesenian yang sangat menarik dan indah,
termasuk seni arsitekturnya. Hampir semua ruangan dimanifestasikan dalam seni
keindahan Islam yang universal. Mulai dari kaligrafi, pola karpet, ruang
bangunan dan arsitektur masjid, menunjukkan kuatnya seni Islam, jelasnya. Dari
beberapa alasan diatas, persoalan yang benar-benar membuatnya harus memeluk
Islam, karena hanya agama ini yang tidak mengajarkan doktrin tentang dosa
warisan.
Pernyataan yang terdapat dalam Alquran sangat jelas,
rasional dan tegas.Tak ada keraguan bagi saya akan kebenaran Islam dan misi
yang dibawa oleh Nabi Muhammad SA, paparnya. sya/berbagai sumber
Biodata
Nama : Wilfried Hofmann
Nama Muslim : Murad Wilfried Hofmann
Lahir : Jerman, 6 September 1931
Masuk Islam : 25 September 1980
Pekerjaan :
*Direktur Informasi NATO di Brussels Belgia
(1983-1987)
*Duta Besar Jerman untuk Aljazair (1987-
1990)
*Duta Besar Jerman untuk Maroko (1990-
1994).
Jihaduddin Fikri Amrullah II jifasmart.blogspot.com
No comments:
Post a Comment