Wednesday 20 April 2016

Indonesia Pakistan Dosthi Zindebad



Tanggal 10 November 1945, peristiwa arek-arek Suroboyo yang kemudian dikenal oleh bangsa Indonesia  sebagai hari pahlwan menyimpan berjuta cerita. Bagi rakyat Indonesia 10 November merupakan hari bersejarah yang tak mungkin terlupakan. Tentara dan pemuda bahu membahu dalam pertempuran sengit melawan Belanda dan Sekutu. Sebagai  pembuktian kepada dunia, Indonesia negara merdeka. Pantang untuk ditindas.

Namun ada sisi lain dari perjuangan membela tanah air ini yang tidak banyak diketaui oleh masyarakat kita. Seperti dukungan Negara lain terhadap perjuagan kemerdekaan. Diantara Negara yang memberikan mendukung kemerdekaan Indonesia ialah Palestina, Mesir dan Pakistan. Pakistan bahkan punya cerita tersendiri dalam mendukung kemerdekaan bangsa Indonesia.

Peristiwa ini berawal ketika Belanda dan atau yang dikenal dengan  NICA (Netherlands Indies Civil Administration)  dengan dalih hendak mengusir penjajah Jepang, Belanda menggandeng pasukan sekutu Inggris yang di dalamnya ada pasukan India, kembali ingin menancapkan kuku kolonialismenya di Indonesia.


Pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 Amerika sukses menjatuhkan bom Atom di Hiroshima dan Nagasaki.  Hal itu memaksa Jepang bertekuk lutut tanggal 25 September 1945.  Pasukan sekutu Ingris-india ditugaskan untuk  melucuti senjata pasukan Jepang.

Tiga brigade Pasukan Muslim yang tergabung dalam pasukan Sekutu asal India  didaratkan di wilayah yang dikuasai Belanda di pulau Jawa. Brigade I mendarat di Jakarta, Brigade 38 di Semarang, dan Brigade 49 di Surabaya. Divisi 32 Brigade I yang dipimpin oleh Abdul Matin dan Ghulam Ali mendapat  perintah untuk menahan pasukan Jepang serta melucuti senjata mereka. Selain itu, mereka juga mendapat perintah untuk menyita senjata para pejuang kemerdekaan Indonesia. Tentara Muslim dari sekutu menolak menyita senjata para pejuang dengan alasan akan merugikan pihak Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaannya.

Ghulam Ali dan pasukannya bahkan pernah membongkar gudang pakaian dan makanan untuk distribusikan kepada masyarakat Indonesia yang saat itu kesulitan bahan makanan akibat perang. Mereka juga melakukan palayanan medis kepada rakyat Indonesia yang menderita beragam penyakit.
Dengan sangat rahasia, tanpa diketahui oleh komandan sukutu Inggris, Ghulam Rasul bersama tujuh orang rekannya melakukan pertemuan dengan para komandan tentara Republik Indonesia dari divisi Siliwangi. “Assalamu alaikum’ adalah sandi mereka dalam pertemuan rahasia ini.

Gencarnya perlawanan pemuda pejuang kemerdekaan dan menyadari
banyaknya pembangkangan dari tentara muslim dalam barisan tentara sekutu ‘mengharuskan’ komando tertinggi Inggris merubah strategi. Mereka lalu berusaha membujuk rakyat Indonesia dan berjanji akan meningglakan Indonesia  pada tanggal 30 November 1946.

Selain itu, Mohammad Ali Jinnah, ketua Liga Muslim India dan pendiri negara Pakistan, terus melakukan penggalangan dukungan terhadap kemerdekaan Indonesia. pihaknya juga menyerukan  kepada seluruh Muslim di anak benua India untuk membantu perjuangan kemerdekaan Indonesia dengan segala upaya.

Di lapangan pasukan Muslim menemukan bahwa mereka ditugaskan bukan untuk memerangi penjajah Jepang, tapi justru memperkuat posisi NICA dalam menekan pejuang-pejuang  Indonesia. Tentara muslim juga dilarang mendengarkan radio atau bergaul dengan penduduk lokal, namun larangan itu tidak dihiraukan. Mereka sering mendengarkan pidato Maulana Abul Kalam Azad dan Muhammad Ali Jinnah yang mendukung kemerdekaan Indonesia dan memerintahkan untuk memerangi penjajah.

puncaknya pada tahun 1945 kasus terbunuhnya Jendral Mallaby. Maj.Gen.R.C.Mansergh yang menggantikan  Mallaby  menyerahkan 2 surat kepada Gubernur Suryo di Surabaya. Yang pertama berupa ultimatum yang ditujukan kepada seluruh warga Inonesia di Surabaya lengkap dengan Instruksinya. Yang kedua merupakan penjelasan atau rincian dari ultimatum tersebut.

Isi ultimatum lalu disebarkan dalam bentuk pamflet melalui pesawat udara pada 9 November pukul 14.00, yang intinya meminta kepada para pejuang untuk menyerahkan senjata. Seluruh pemimpin bangsa Indonesia termasuk pemimpin-pemimpin Gerakan Pemuda, Kepala Polisi dan Kepala Radio Surabaya harus melapor ke Batavia pada 9 November jam 18.00. Tak hanya menyerah tapi mereka harus datang berbaris satu persatu dan menyerahkan senjata dengan tangan terangkat ke atas kepala. selanjutnya harus siap untuk menandatangani dokumen menyerah tanpa syarat.

Tentu saja ultimatum bodoh itu tidak diindahkan oleh para pejuang. Bung Tomo meyerukan kepada masyarakat dan para pemuda untuk mengangkat senjata yang ada dan bersiap untuk bertempur hingga titik darah penghabisan. Pekik takbir menggema memenuhi langit Surabaya. Tentara, pemuda, penduduk Surabaya siap tempur.

Inggris menepati ultimatumnya, pukul 06.00 mereka melancarkan serangan bom dan tembakan meriam-meriam kapal. Serangan dahsyat yang berlasung sehari itu berhasi mengenai tempat-tempat penting di Surabaya. Pemboman dari darat, laut dan udara ini diselingi dengan tembakan-tembakan senapan-mesin yang dilancarkan oleh pesawat pemburu, sehingga mengakibatkan jatuhnya ribuan korban. Residen dan Walikota segera memerintahkan pengungsian semua wanita dan anak-anak ke luar kota.

India yang tergabung dalam pasukan sekutu terlibat dalam pertempuran. Resimen Gurka adalah bagian dari kekuatan india yang terdiri dari Sikh, Jat dan Marhatas serta Muslim. Prajurit Muslim kebanyakan datang dari wilayah barat India yang kemudian hari menjadi Negara sendiri, Pakistan. Saat pertempuran pecah tentara muslim keluar dari barisan sekutu dan bergabung dengan pejuang kemerdekaan Indonesia.

Di antara para prajurit terkemuka yang terlibat dalam perjuangan kemerdekaan ini adalah Lance Naik Mir Khan, Gilmar Bani, Muhammad Yakub, Umar Din, Ghulam Rasul, Ghulam Ali, Mayor Abdul Sattar, Muhammad Sidik, Muhammad Khan, Fazul dan Senjah Fazul Din. Bahkan Mayor Ziaul-Haq yang kemudian menjadi Presiden Pakistan juga di antara para pejuang tersebut.

Dari 600 prajurit Muslim,  500  prajurit diantaranya gugur di dalam pertempuran di Surabaya. 100 orang prajurit yang tersisa, sebagian kembali ke negara mereka dan sebagian menikah dengan wanita pribumi lalu tinggal di Indonesia. Prajurit itu kebanyakan datang dari wilayah Jhelum, Gojar Khan and Rawalpindi.

Pembangkangan 600 prajurit Muslim ini kemudian dianggap oleh pemerintah Inggris sebagai penghianatan. Pengadilan militer sukutu di Singapura kemudian menjatuhkan hukuman mati kepada 600 pesukan muslim yang ‘menghianat’ tersebut.

Dalam kesempatan lain. pada tahun 1947. Beberapa minggu sebelum Pakistan memproklamirkan kemerdekaannya pendiri Negara Pakistan Quaid Azzam Ali Jinnah memerintahkan pemenahanan pesawat Belanda yang yang transit di bandara Karachi. Pesawat tersebut mengangkut artileri dan tentara yang didatangkan untuk memperkuat posisi Belanda di Indonesia. Menteri Luar Negeri Pakistan Sir Zafarullah Khan, segera melaksanakan perintah penahanan. Ia mengatakan bahwa tindakan Belanda adalah sebuah penghinaan terhadap jiwa Asia.

Dalam kunjungan kenegaraan pada Tahun 1963 ke Karachi, Presiden Sukarno memberi medali penghargaan kepada prajurit Pakistan yang terlibat dalam pertempuran 10 November 1945 diantara yang adalah Ghulam Ali dan Mohammad Shodiq.

Di lain waktu Indonesia juga pernah memainkan peran yang sangat luar biasa yang sulit dilupa oleh masyarakat Pakistan. Tahun 1965 Ketika peristiwa G-30S PKI masih jelas berbekas di ingatan masyarakat Indonesia. dibelahan dunia lain Pakistan dan India sedang terlibat perang. Pakistan akhirnya meminta bantuan kepada Indonesia. Sebagai Negara sahabat Indonesia segera merespon permintaan tersebut. 17 Oktober 1965,Dua kapal selam Indonesia segera diberangkatkan. kapal selam Nagarangsang di bawah komandan Kapten Pelaut Basuki dan Kapal Selam Bramasta di bawah komando Kapten Pelaut Jasin Sudirdjo.

Demi menjaga kerahasiaan, kedua Kapal selam tersebut hanya diperintahkan secara lisan untuk menuju Karachi menyusul Gugus Tugas X dua kapal roket cepat ALRI serta sejumlah prajurit KKI (Marinir TNI AL) yang telah siaga di Chitagong, Pakistan Timur (saat ini Bangladesh). Bahkan prajurit dalam KS pun tidak beritahu. Ikut pula dalam dalam KS Nagarangsang Mayor Malik dan Kapten Senior M Sultan di RI Bramasta  dua perwira itu dari angkatan laut Pakistan datang sebagai utusan untuk menyampaikan permintaan bantuan. Kelak Mayor Malik menjadi Panglima angkatan laut Pakistan sedang Kapten Senior M Sultan menjadi panglima angkatan laut Bangladesh.

Selain  itu, beberapa pesawat tempur Mig-19 AURI juga dipinjamkan kepada Pakistan untuk memperkuat armada udara mereka.

Cerita heroik ini masih sangat berbekas di ingatan masyarakat Pakistan. Khususnya kalangan orang tua. Ketika saya menceritakan hal ini kepada bapak Salaman Taj salah salah seorang jamaah mesjid dekat rumah kontrakan yang juga seorang mantan angkatan laut Pakistan yang pernah berkunjung ke pangkalan laut Indonesia di Surabaya di era Presiden Sukarno, beliau membenarkn kisah heroik tersebut. Saya sebagai mantan angkatan laut sangat bangga dengan mantan presiden Ahmad Sukarno. Ujarnya.

sumber :

1 comment: