Dalam sebuah acara di KBRI
Islamabad, salah seorang kawan dari madrasah menceritakan tentang perjalanannya ke
sebauh wilayah di barat laut Pakistan. katanya penduduk wilayah itu banyak yang bisa berbahasa
Melayu, namanya Buner. Benarkah?. obrolan singkat
itu lalu menyisakan rasa penasaran terhadap daerah tersebut.
Hingga suatu ketika, seorang mahasiswa
Indonesia mengajak saya menghadiri pesta penikahan temannya yang tinggal di Buner. gayung
bersambut, tanpa pikir panjang saya lagsung mengiyakan tawaran teman.
Langkah pertama yang kami lakukan setelah
sepakat melakukan perjalanan ke Buner adalah menyampaikan niat perjalanan kami
asisten Atase Pertahanan saat itu. Bagaimanapun wilayah itu masih termasuk
wilayah rawan konflik. Maka pertimbangan dan nasehat beliau tentu sangat
penting bagi kami. Beliau mengizinkan kami berangkat dengan pesan agar lebih
berhati-hati.
Buner sebuah wilayah di provinsi Khayber
Puktunkhwa (KPK) kurang lebih 180 kilometer dari kota Islamabad. setelah bernegosiasi dengan dompet, kami akhirnya memilih alternatif paling
murah dari ibu kota islamabad, dengan menggunkan wegen dari Mandi Moor ke terminal
Mardan. Dalam perjalanan ke Mardan saya
sampaikan kepada teman tujuan saya ke Buner selain menghadiri undangan
pernikahan, juga untuk membunuh rasa penasaran terhadap wilayah yang kata Olaf
Caroes dalam bukunya "The Pathan" pernah dilewati oleh Alexander the
Great dan pasukannya. selain itu konon banyak penduduknya mampu berbahasa Melayu.
“Ah Masa..”ujar teman tidak percaya.
Ketika sampai di teminal Mardan. Baru
beberapa saat setelah turun dari Wegen, tiba-tiba seorang menyapa kami
“abang mau kemana?” saya menoleh, eh
ternyata baijan Pakistan.
“Malesyie kah Indonesyie?” lanjutnya.
“Indonesia. saya mau ke Bunier” Jawab saya.
“bener Juga kata kamu” potong teman saya.
“ape aku kata, Percaya sajalah sama abang ini”
Balasku bercanda.
Dalam perjalanan melewati perbukitan, saya
sempat menanyakan kondisi keamanan kepada di wilayah Bunier. Sebab konon
katanya, wilayah itu pada tahun 2009 pernah dikuasai oleh kelompok Taliban. meskipun akhirnya mereka berhasil dipukul mundur oleh militer Pakistan. Pak sopir membenarkan keterangan
tersebut. Namun saat ini, kondisi disana sudah stabil dan telah direbut kembali
oleh pemerintah Pakistan.
Karena Buner merupakan salah satu pintu
masuk ke wilayah Swat yang masih sering
terjadi kekerasan bersenjata maka di jalan banyak check point. Beberapa kali
wegen yang kami diberhentikan oleh aparat keamanan Pakistan.
“abang tidak usah khawatir. jikalau ade
paspor dan visa, abang aman disini” ujar sopir.
Ketika kami diberhentikan oleh tentara
yang bertugas di chek point,mereka memeriksa kami dengan bahasa Pushtu. Karena
tidak paham bahasa mereka, akhirnya si sopir turun tangan menjelaskan kepada tentara
yang berjaga bahwa kami akan menghadiri undangan pernikahan teman satu kampus, sambil menunjukan kartu undangan, paspor, visa bahkan dan kartu mahasiswa.
Turun dari mobil kami langsung dijemput
oleh keluarga teman. Beberapa dari yang menjemput juga bisa berbahasa melayu.
Di rumah juga telah berkumpul keluarga
dan teman-temannya. jadilah obrolan kami menggunakan bahasa Melayu.
keesokan harinya, saat hendak jalan-jalan sekitar kota Bunier,
kami sempat ngisi bensin di Pom, ternyata petugas pom bensin juga bisa barbahasa
melayu. Dari paman teman, saya tau ternyata sejak dahulu orang Buner suka merantau
mencari kerja. Jika tidak ke Arab mereka ke Malaysia. Makanya banyak yang bisa
berbahasa Melayu.
Dia sendiri pernah tinggal di Malayasia lebih
dua puluh tahun.Anak-anaknya ada yang sekolah di sana. Sebagaian mereka bahkan
ada yang menikah dengan perempuan Malaysia atau Indonesia. Ada yang tetap
tinggal di Malaysia dan ada yang pulang membawa keluarganya ke Buner. intinya
tidak sulit nyari orang yang bisa berbahasa Melayu di daerah ini.
Sepupu teman yang mengantar kami jalan-jalan bahkan lancar berbahasa
Melayu. Ketika saya tanya bagaimana dia bisa
berbahasa Melayu? ternyata dia juga pernah ke Malaysia saat mengunjungi
saudaranya. Dia tinggal di Selangor selama enam bulan. Dalam empat bulan dia sudah
bisa berbahasa Melayu.
Saya sempat menanyakan tips belajar bahasa lain. Ia hanya mengatakan intinya mau dan serius belajar. Saya paham bahasa melayu karena saya mau bercakap dengan orang Malayasia dan Indonesia yang ada di sana. Makanya saya cepat paham meskipun awal-awal sering salah. Ia kumudian menutup. “Abang mesti tak paham cakap urdu” saya ngangguk membenarkan, padahal saya sudah tinggal dua tahun di negara ini. “betul, sebab abang tak cakap dengan orang Pakistan”.
Saya sempat menanyakan tips belajar bahasa lain. Ia hanya mengatakan intinya mau dan serius belajar. Saya paham bahasa melayu karena saya mau bercakap dengan orang Malayasia dan Indonesia yang ada di sana. Makanya saya cepat paham meskipun awal-awal sering salah. Ia kumudian menutup. “Abang mesti tak paham cakap urdu” saya ngangguk membenarkan, padahal saya sudah tinggal dua tahun di negara ini. “betul, sebab abang tak cakap dengan orang Pakistan”.
No comments:
Post a Comment