Dari jauh Saidpur
village mungkin tampak tak ada bedanya dengan perkampungan lainnya di sekitar
kota Islamabad. Setelah dekat, barulah terlihat perbaedaan. Untuk mencapai desa, Hanya butuh sekitar 15 menit perjalanan
melewati Marghala Road dari masjid
Faishal. Kami
berhenti di area
parkiran tepi kali. Saat itu pukul tiga sore, hembusan angin
dari bukit menembus celah jaket, menusuk tulang. Musim dingin terasa semakin
menyayat. Semburat cahaya mereh menerpa kursi-kursi restoran yang telah ditata
rapi. Perkampungan merona indah tersorot senja dari ufuk barat, menghamparkan kemilau
merah pada dinding rumah kotak yang besusun rapi di kaki bukit. Dua jam lagi pemancar cahaya itu akan berlabuh
diperaduannya.
Perkampungan Saidpur
memiliki warna dan corak tersendiri. Ia menghimpun perjalan panjang generasi
anak manusia dari zaman ke zaman. Silih berganti pemimpin menguasai wilayah
tersebut. Hingga pada akhirnya jatuh ketangan penguasa Mughal. Lalu berubah
nama menjadi Saidpur.
Saidpur, sebuah perkampungan yang terletak di
lereng bukit Margalla pinggir kota Islamabad. Merupakan salah satu desa tertua dalam sejarah Pakistan. Perkampungan
kecil itu telah
melawati usianya yang lebih dari lima abad atau lima ratus tahun lamanya, warisan sejarah dengan beragam hikayat. Saat ini, Saidpur
telah disulap menjadi salah satu tujuan piknik favorit di Islamabad. Desa kecil
yang selalu menyajikan kelembutan pesona cahaya surya di pagi dan sore hari.
Konon, perkampungan ini
telah menyaksikan sejarah kuno dan menapaki multi-peradaban dengan berbagai
dimensinya. Zaman peradaban Gandhara Budha. Zaman kebesaran Yunani, ketika Alexander Great bersama pasukannya menembus wilayah Swat,
perkampungan ini telah eksis. Menyaksiskan gerak ekspansi Asoka
dari Dinasti Maurya, Era Mughal Islam yang membentangkan kekuasaannya hampir keseluruh
penjuru anak benua india, dan Era penjajahan Inggris serta perjuangan rakyat yang
enggan tertindas hingga berdirinya Negara Pakistan.
Sebelum
berubah nama menjadi Saidpur, sejarah mencatat nama kampung tersebut
adalah Fatihpur. Kemudian menjadi Saidpur. Saidpur di ambil dari nama Sultan
Said Khan. Putra Sultan Sarang Khan.
Penguasa Gakhar dari wilayah Pothohar yang memiliki wiayah pemerintahan terbentang
luas dari Attock hingga Jehlum, pada masa pemerintahan Raja Babur Kesultanan Mughal. Khan kemudian
menyerahkan wilayah tersebut kepada putrinya yang menikah dengan Sultan Mughal,
Jahangir. Dalam diari Sultan Jahangir, Tuzk-i-Jahangiri, ia menuliskan, ketika
perjalanan ke Kabul, dirinya berada di sebuah
tempat yang luar Rawalpindi. Ahli sejarah menyakini tempat yang dimaksud luar
Rawalpindi adalah Perkampungan Saidpur.
Di era
Mughal Islam, perkapungan Saidpur merupakan perkampungan yang maju. Didesign dengan tampilan tata wilayah yang rapi dan arsitektur yang apik. Dikelilingi taman hijau, aliran air dari bukit Marghala. Persediaan air yang
melimpah menjadi sumber untuk menyirami taman-taman yang dibangun penguasa
Mungal di sekitar perkampungan.
Penduduk Saidpur
hidup harmoni antar pemeluk agama. Islam, Hindu dan Sikh. Hal itu terbukti
dengan dibangunnya Mesjid disamping kali
yang dulunya sumber air minum yang bersih, juga Gurdwara tempat ibadah penganut
agama Sikh dan kuil Hindu, semua kokoh berdekatan
satu sama lain.
Pembangunan
kuil Hindu itu diperkirakan pada tahun 1580an Masehi. Ketika Raja Akbar dan Raja
Mang Singh, salah seorang jendral perang dinasti Mughal yang sangat terkenal ke Kabul - Ibu
kota Afganistan saat ini- untuk menumpas pemberontakan gubernur Kabul, Mirza
Hakim. Dalam perjalanan itu, pasukan singgah beristirahat di salah satu wilayah
di Rawalpindi.
Raja Khan
lalu mengundang Raja Man Singh untuk jalan-jalan ke Saidpur. keindahan,
keharmonisan dan kesejukan desa menarik hati Man Singh. Ia lalu meminta izin
kepada raja untuk membangun kuil Hindu dengan biaya dari saku dia sendiri. Kuil itu diperuntukan bagi penganut Hindu kasta tinggi
yang mendiami desa tersebut. Hanya mereka yang boleh masuk ke dalam
kuil. Hindu kasta rendah tidak diperbolehkan menginjakkan
kaki begitu pun penganut
Islam. Man Singh juga membangun dua
kamar Dharmashala atau penginapan serta empat kolam yaitu Ram Kund, Lakshman
Kund, Sita Kund dan Hanuman Kund.
Adapun Gurdwara
sejarahwan meyakini dibangun oleh penganut Sikh di awal abad 20.
Desa
indah Saidpur hingga saat ini dihuni oleh Suku Rajput dan Gakhar. keturunan
Mirza Fateh Ali Beg, dan marga Mughal, yang telah mendiami wilayah tersebut sejak
sekitar 1530 Masehi.
Pada
tahun 2006 pemerintah Pakistan menetapkan Saidpur sebagai desa wisata khusunya
dalam memperkenalkan warisan multi-budaya di kaki bukit Marghala. Hal ini
menyebabkan dilakukannya pemugaran dibeberapa tempat. Termasuk Candi dan
Gurdwara.
Candi
tidak lagi menjadi tempat ibadah penganut Hindu sebab telah ditinggal sejak
tahun 80an ketika para penganut Hindu pindah ke India. Pemerintah lalu
mengubahnya menjadi museum. Bagi yang ingin mengetahui sejarah pembangunan kota
Islamabad, bisa menelusurinya melalui foto-foto yang terpajang di dinding
museum sembari menikmati petikan kecapi dengan lantunan syair-syair urdu dari
depan museum. adapun Gurdrawa Sikh telah dialih fungsikan menjadi sebuah
sekolah.
Saidpur, perkampungan kecil nan
indah menjadi saksi dimana Muslim, Hindu
dan Sikh, pernah hidup harmoni berdampingan.
Meski
wajah asli desa telah dipoles namun gurat kampung tua dengan
usianya
No comments:
Post a Comment