Pada suatu saat dalam hidup kita, setiap orang pasti mengalami beragam perasaan. ada senang ada susah. Kadang bahagia kadang sedih. Ada ceria ada galau. Setiap macam perasaan ini silih berganti mengisi ruang hidup seseorang. Tak seorang pun yang menjalani hidup dengan satu rasa saja. Senang terus atau sedih terus. Disaat tertentu ia akan merasakan kebahagiaan dan di lain waktu merasai kesedihan. Suatu masa ia senang dimasa lain ia susah dan galau. Sebagaimana halnya iman kadang meningkat kadang menurun begitulah perasaan yang kita alami.
Sadang perasaan senang, semua
terlihat cerah dan indah. ada gairah ada semngat. semua orang mampu menikmati kondisi
tersebut. Permasalahnnya, adalah ketika galau datang melanda. Perasaan yang tak
menentu membuat hati bimbang. Semakin besar kegalauan maka semain besar pula
pengaruhnya. Dampaknya bisa sampai kepada penampilan wajah yang muram, lesu tak
bersemangat, gairah menjadi lemah. Lebih dari itu dampaknya bisa merembet
semakin luas. Nafsu makan berkurang. Tidur pun tak bisa. Makin lama lagi makin
besarlah keburukan yang ditimbulkannya,
terlebih bagi seorang ikhwa atau akhwat yang berkecimpung dalam dunia dakwah.
Akan banyak tugas dakwah yang terbengkalai dengan bersararang penyakit galau ini
dalam hati. Bila tidak segera diobati penyakit ini akan semakin merajalela dan
menghambat kelancaran kerja dakwah.
Penyakit galau melanda perasaan
dan perasaan erat kaitannya dengan hati. Kejerniahan hati akan melahirkan
kejernihan perasaan dan sebaliknya hati yang berkabut akan menutup carahnya
perasaan. Salah satu penyebab munculnya perasaan galau dalam hati adalah
terselubungnya cahaya hati oleh dosa. Dosa yang menyelubungi hati tersebut
dijadikan kendaraan oleh syaitan untuk mempermaikan perasaan seseorang maka
jadialah ia galau.
Bayak orang saat dilanda penyakit
galau mencari obat dengan mendatangi tempat-tempat yang mereka anggap menarik, menonton
tanyangan favoritnya atau berbagai kegiatan yang lain yang dianggapnya menarik
dan berharap dapat mengobati penyakitnya namun usaha mereka teradang tidak
sepenuhnya berhasil. Dan penyakit galaunya tidak benar-benar sembuh.
Bagi kita sebagai seorang ikhwa
atau akahwat yang memahami bahwa galau
merupakan penyakit yang melanda hati tentunya sadar ia pun harus diobati
dengan obat hati. Rasulullah shallalahu
alaihi wasalam dalam sebuah kesempatan masuk mesjid dan melihat sabatnya
Abu umamah sedang duduk dalam mesjid. Beliau pun lantas bertanya kepadanya ‘gerangan apa yang membuat engaku duduk di
mesjid diluar waktu shalat?’. ‘ karena kegalauan yang melanda hatiku dan karena
utang-utangku wahai Rasulullah’. Jawab Abu umamah. Bila kita ingin berpikir Abu
Umamah yang memiliki utang semestinya keluar mencari rezeki yang dengan rezki itu ia bisa melunasi
utang-utangnnya. Tapi karena kegalauan yang melanda hatinya membuat lemah
langkahnya dan menghilangkan semangatnya keluar mencari rezki untuk membayar utang.
Rasulullah yang tahu tentang besarnya pengaruh kegalauan pada diri seorang
kader dakwah lalu mengajarkan sebuah obat penyakit galau. “Allahumma Inni audzubika minal hammi wal hazn, wa audzubika minal ajzi
wak kasal, wa audzu bika minajubni wal bukhl. Wa auzdu bika min galabati daini
wa kahri rijal’ ya Allah aku berlindung kepadamu dari perasaan galau dan
sedih, dan aku berlindung dari kelemahan dan kemalasan, dan aku berlindung
kepadamu dari sifat pengecut dan kikir, dan aku berlindung kepadamu dari
lilitan utang dan dominasi manusia. Doa ini dianjurka untuk dibaca pagi dan
sore. ‘kemudian aku melakukan perintah tadi’ kata Abu Umamah ‘maka Allah pun
menghilangkan rasa galau dari diriku’.
Disurah terakhir dari alquran pun
Allah mengajarakn kepada hambanya meminta perlindungan kepadanya dari bisikan
was-was syaitan dalam hati sebab bisikan itu merupakan salah satu penyebab
menculnya kegalauan.
Alquran sendiri kata Allah adalah
obat bagi oenyakit yang melanda hati ‘;Syifa lima fi sudur’ dengan membaca
alquran secara sungguh-sungguh dan benar akan menghilangkan kabut penyebab
tibulnya kegalauan dalam hati.
Para ulama dan salafussalah
ketika dilanda galau mereka mendati majelis-majelis ilmu karenamereka tahu
disana ada obat bagi penyakit yang melandanya. Sebagaiman janji Rasulullah
bahwa tidaklah berkumpul beberapa orang dalam sebuah perkumpulan. Mereka
membaca kitab Allah dan saling mengajar satu sama lain kecuali diturunkan
kepada mereka kebahgiaan dan diliputi oleh rahmat Allah dan dinaungi oleh para Malaikat-malaikat
dan mereka disebut-sebut oleh Allah disisi mahluk yang mengelilinginya.
Kesadaran inilah yang mendorong mereka menghadiri majelis ilmu atau
tempat-tempat kajian dan pengajian.
Hal ini pula mestinya menjadi
contoh bagi kita dalam mencari penawar kegalauan. memancang juhud guna menghadiri tempat kajian
kita bukan justru menghidarinya dan alpha. Atau mencari-cari alas an untuk
tidak hadir. Sebab samakin jauh seorang menghidar dari tempat kajian islam yang
menyediakan obat penawar maka semakin jauh pula ia dengan kesembuhan dari
penyakitnya. Berjumpa dengan ikhwa-ikhwa kita sendiri merupakan obat yang manjur
penyakit galua.
Bagi kita ikhwa atau akhwat yang
ikut memikul baban dakwan telah megetahui tempat yang menyediakan obat bagi
penyakit ini. saat penyakit berbaya ini melanda segeralah mendatangi tempat
tersebut untuk mendapat pengobatan. Jangan biarkan ia sampai berlarut-larut dan
meyita bayak waktu kerja kita. Bukankah kewajiban yang harus ditunaikan
lebih banyak dari waktu yang kita
miliki??
oleh : Ibnu Zein
No comments:
Post a Comment