Mungkin kedengaran aneh dan
janggal. Hidayah memang bisa datang kapan saja dan pada siapa saja. Selama ini
mungkin kita lebih sering mendengar dapat hidayahnya seorang non muslim ke
dalam Islam di sebabkan hal-hal luar biasa dan penting. Seperti dokter Miller
seorang penginjil Kanada yang memeluk Islam setelah menjumpai I’jaz Qur’an dari
berbagai segi. Tapi yang ini benar-benar tidak biasa. Ya, memeluk Islam
gara-gara pakaian dalam!
Fakta ini dikisahkan Doktor
Sholeh Pengajar di sebuah perguruan Tinggi Islam di Saudi, saat ditugaskan ke
Inggris. Ada seorang perempuan tua yang biasa mencuci pakaian para mahasiswa
Inggris termasuk pakaian dalam mereka.
Tidak ada sisi menarik pada wanita
ini, tua renta, pegawai rendahan dan hidup sendirian. Setiap kali bertemu dia
selalu membawa kantong plastik berukuran besar yang terisi penuh dengan pakaian
kotor. Untuk pekerjaan kasar seperti ini penghuni rumah jompo ini terbilang
cekatan di usianya yang sudah terbilang uzur. Di Inggris, masyarakat yang
memiliki anggota keluarga lansia biasanya cenderung memasukkan mereka ke panti
jompo. Dan tentu saja keadaan miris ini harus diterima kebanyakan para orangtua
dengan besar hati agar tidak membebani anak mereka. Namun di tengah kondisi
seperti itu sepertinya tidak membuat kecil hati tokoh kita ini yang justru
begitu getol mengisi hari-harinya bergelut dengan cucian kotor.
Wanita baya itu lebih suka
dipanggil auntie atau bibi. Dia sudah bekerja sebagai petugas laundry hampir
separuh usianya. Beruntung baginya masih ada instansi yang bersedia
mempekerjakan para manula.
“Aku merasa dihargai meski sudah
tua. Lagipula, orang-orang seperti aku ini sudah tidak ada yang mengurus, kalau
bukan diri sendiri. Anak-anakku sudah menikah dan tinggal bersama keluarga
mereka masing-masing. Suamiku sudah meninggal. Walaupun anak-anak suka
menjenguk, tapi aku tetap ingin punya kegiatan sendiri untuk mengisi masa tua,”
ujarnya
“Bukan untuk kerja yang berat
memang, tapi setidaknya, selain menambah penghasilan juga mengisi hari tua.
Mungkin itu lebih baik daripada harus tinggal diam di panti jompo.” Ujarnya
lagi dengan wajah sendu.
“Sedih juga kalau harus tinggal
sendirian. Seperti seorang temanku. Dia juga dulu bekerja sebagai petugas
laundry bersamaku. Sampai akhirnya, anak perempuan satu-satunya menikah. Namun
setelah menikah, anak perempuannya itu tidak pernah menghubunginya,” bibi
berkisah.
Bagi sang Bibi profesinya sebagai
petugas laundry justru membuatnya lebih dekat dengan sepak terjang, liku-liku
penghuni asrama yang rata-rata adalah mahasiswa dari luar Inggris. Sang Bibi
paham betul kebiasaan para mahasiswa yang tinggal di asrama ini selain belajar
sehari-hari, adalah pergi clubbing sekadar “having fun”. Banyak asrama memiliki
bar, café, ruang duduk untuk menonton televisi, ruang musik dan fasilitas
olahraga sendiri.
Dan salah satu sisi negatif
pergaulan dengan orang Inggris adalah bila mereka sudah dekat botol miras,
biasalah mereka sampai benar-benar mabuk. Dan dapat dibayangkan kekacauan yang
terjadi. Muntah merata di sebarang tempat, kencing dalam celana dan sebagainya.
Inilah perbuatan paling bodoh yang pernah dilakukan oleh manusia sejak
terciptanya minuman beralkohol. Bukan saja menghilangkan akal sehat, tetapi
juga si pemabuk akan merasa kelelahan dan sakit kepala yang teramat sangat
(hangover).
Saat para penghuni asrama masih
dibuai mimpi karena kelelahan habis clubbing semalaman suntuk. Tinggallah sang
Bibi memunguti pakaian kotor itu setiap hari. Dan terkadang harus diangkut dari
kamar, jauh sebelum mereka bangun dari tidur. Kemudian disortir dengan teliti
satu persatu berdasarkan jenis bahan, ukuran, warna dan yang lebih spesifik
lagi dipisahkannya pakaian dalam dari yang lain. Begitu pekerjaan rutin itu
dilakukan dengan penuh dedikasi tinggi walau di ujung usianya yang semakin
menua.
Waktu terus berjalan, sementara
sang Bibi tanpa putus asa terus bergelut dengan ‘dunia kotor’nya. Idealnya di
penghujung usianya itu seharusnya masa bagi seseorang menuai hasil kerja
payahnya di masa muda. Namun situasilah yang menyebabkan dia harus menanggung berbagai
persoalan hidup, maka sungguh itu merupakan masa tua yang tidak membahagiakan.
Di dalam kondisi yang sudah tidak mampu banyak berbuat, dia justru dituntut
harus banyak berbuat. Dalam kondisi produktivitas menurun ia justru dituntut
untuk berproduksi tinggi.
Entah sampai kapan dia harus
melakoni pekerjaan itu. Maka sampailah suatu saat asramanya kedatangan penghuni
baru yaitu beberapa mahasiswa muslim dari Timur Tengah yang mendapat tugas
belajar dari negaranya. Mereka sudah terdaftar akan menempati salah satu kamar
di asrama tempat sang Bibi bekerja.
Bagi kebanyakan pelajar timur
tengah sangat langka memilih tinggal di asrama. Mereka biasanya membeli rumah
atau flat yang sudah disesuaikan untuk menampung kelompok kecil siswa, pasangan
atau keluarga. Ada juga beberapa pemilik tempat perorangan mengizinkan
rumah-rumah mereka dikelola dan disewakan.
Tinggal di asrama merupakan cara
terbaik untuk bertemu orang-orang baru dan menjalin persahabatan yang langgeng.
Inilah salah satu pertimbangan mereka memilih tinggal di asrama. Kesadaran
inilah yang menepis kekhawatiran akan terjadinya gegar budaya atau “cultural
shock“.
Hidup dalam komunitas non
muslimlah justru kita dituntut untuk membuktikan nilai-nilai Islam yang tinggi
ini sebagai sebuah solusi bagi manusia. Tentunya ini adalah pekerjaan dakwah
yang merupakan tanggungjawab setiap muslim di mana saja berada. Dengan tetap
menjaga keistimewaan kita sebagai muslim yaitu kesalehan.
Hari-hari terus berlalu,
tampaknya si Bibi ini betul-betul perhatian dengan apa yang dicucinya.
Sampai-sampai dia tahu ini pakaian si A, ini si B dan seterusnya. Tidak
terkecuali dengan pakaian kotor milik mahasiswa dari Timur Tengah tadi. Namun
saat dilakukan sortir pakaian dalam, si Bibi merasa ada sesuatu yang tidak
biasa, karena dari semua pakaian yang dicucinya, hanya pakaian muslim Arab saja
yang terlihat tidak kotor, tidak berbau, tidak kumuh dan tidak banyak noda di
pakaiannya.
Kejadian langka ini semakin
mendorong rasa penasaran si Bibi. Lagi-lagi pencuci pakaian di asrama ini
selalu merasa aneh saat mencuci celana dalam mereka. Berbeda dengan yang lain,
kedua pakaian dalam mereka selalu tak berbau.
Maka masih dalam keadaan
penasaran, si Bibi memutuskan bertanya langsung dengan ‘pemilik celana dalam’
itu. Saat ditanya kenapa. Dua orang ini menjawab, ”Kami selalu istinja setiap
kali kencing.” Pencuci baju ini bertanya lagi, ”Apakah itu diajarkan dalam
agamamu?”
“Ya!” Jawab dua orang pelajar
muslim tadi.
Merasa belum yakin 100 persen
dengan jawaban itu, akhirnya si Bibi datang menemui salah seorang tokoh muslim
yaitu Doktor Sholeh– Pengajar di sebuah perguruan Tinggi Islam di Saudi, saat
ditugaskan ke Inggris– Wanita tua ini menceritakan keheranannya selama bertugas
perihal adanya pakaian dalam yang ‘aneh’.
Ada beberapa pakaian dalam yang
tidak berbau seperti kebanyakan mahasiswa umumnya, apa sebabnya? Maka ustadz
ini menceritakan karena pemiliknya adalah muslim, agama kami mengajarkan
bersuci setiap selesai buang air kecil maupun buang air besar, tidak seperti
mereka yang tidak perhatian dalam masalah seperti ini.
Betapa terkesan ibu tua ini jika
untuk hal yang kecil saja Islam memperhatikan apatah lagi untuk hal yang besar,
pikir pencuci baju itu. Dan tidak lama kemudian ia mengikrarkan syahadat,
memeluk Islam dengan perantaraan pakaian dalam!
Tidak disangka ternyata diam-diam
si tukang cuci memeluk Islam, gemparlah para mahasiswa yang tinggal di asrama
tersebut, yang kebanyakan adalah non muslim. Mereka berusaha ingin tahu sebab
musabab si Bibi memeluk Islam. Dia menjawab dengan yakin bahwa dirinya sangat
kagum dengan kawan muslim Arab ini, karena dari semua pakaian yang dicucinya,
hanya pakaiannya sajalah yang terlihat tidak macam-macam. Dan dengan hidayah
Allah Swt, dirinya dapat membedakan antara pakaian seorang muslim dan non
muslim.
Hidayah memang bisa datang kapan
saja dan pada siapa saja. Selama ini mungkin kita lebih sering mendengar dapat
hidayahnya seorang non muslim ke dalam Islam lebih disebabkan pada hal-hal luar
biasa dan penting. Tapi yang ini benar-benar tidak biasa. Mendapat hidayah di
penghujung usia gara-gara pakaian dalam! Sungguh takdir Allah benar-benar telah
jatuh berketepatan dengan kegigihannya selama ini mengisi hari-hari di sisa
hidupnya sebagai petugas laundry. Di sinilah letak rahasia nikmat Allah yang
agung yang mempertemukan antara takdirNya dan ikhtiar manusia. Sungguh Allah
tidak pernah menyia-nyiakan amal seorang hambaNya.
(Majalah Al-Qawwam edisi 15, dzul
qa’dah 1427 H Badiah, Riyadh / jurnalhajiumroh.com)
Sumber : Dakwatuna.com
No comments:
Post a Comment